BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pendidikan Jasmani merupakan bagian integral dari pendidikan
secara keseluruhan, sehingga pendidikan jasmani memiliki arti yang cukup
representatif dalam mengembangkan manusia dalam persiapannya menuju manusia
Indonesia seutuhnya. Pendidikan jasmani di Indonesia memiliki tujuan kepada
keselarasan antara tubuhnya badan dan perkembangan jiwa, dan merupakan suatu
usaha untuk membuat bangsa indonesia yang sehat lahir dan batin, diberikan
kepada segala jenis sekolah (UU no 4 th 1950 tentang dasar-dasar pendidikan dan
pengajaran di sekolah bab IV pasal 9).
Pendidikan jasmani mempunyai tujuan pendidikan sebagai (1)
perkembangan organ-organ tubuh untuk meningkatkan kesehatan dan kebugaran
jasmani, 2) perkembangan neuro muskuler, 3) perkembangan mental emosional, 4)
perkembangan sosial dan 5) perkembangan intelektual. Tujuan akhir olahraga dan
pendidikan jasmani terletak dalam peranannya sebagai wadah unik penyempurnaan
watak, dan sebagai wahana untuk memiliki dan membentuk kepribadian yang kuat, watak
yang baik dan sifat yang mulia; hanya orang-orang yang memiliki kebajikan moral
seperti inilah yang akan menjadi warga masyarakat yang berguna (Baron Piere de
Coubertin). Uraian tersebut memperjelas bahwa pendidikan jasmani dan olahraga
merupakan alat pendidikan sekaligus pembudayaan. Proses ini merupakan sebuah
syarat yang memungkinkan manusia mampu terus mempertahankan kelangsungan
hidupnya sebagai manusia.
Pendidikan adalah segenap upaya yang mempengaruhi pembinaan
dan pembentukkan kepribadian, termasuk perubahan perilaku, karena itu
pendidikan jasmani dan olahraga selalu melibatkan dimensi sosial, disamping
kriteria yang bersifat fisikal yang menekankan ketrampilan, ketangkasan dan
unjuk “kebolehan’. Dimensi sosial ini melibatkan hubungan antar orang, antar
peserta didik sebagai sebagai fasilitator atau pengarah.
Kondisi saat ini ketika masyarakat Indonesia menghadapi
permasalahan perekonomian yang berkepanjangan, tidak terlepas dari etika dan
moral bangsa yang sudah ‘bobrok’, budaya bangsa yang luhur mulai telah terkikis
sedikit demi sedikit. Anak banyak yang tidak menghargai gurunya bahkan orang
tuanya. Fenomena dalam pendidikan jasmani saat ini, banyak anak yang enggan
mengikuti pelajaran pendidikan jasmani karena terkesan membosankan dan menjemukan.
Masalah moral di Amerika menjadi salah satu isu pendidikan
yang diangkat dalam membentuk manusia Amerika, mengingat orang Amerika pernah
terkejut pada awal 1985 ketika mereka mengetahui bahwa pemenang medali cabang
balap sepeda pada Olimpiade yang berasal dari USA mengakui telah mendoping
darah sebelum kompetisi. Ditambah lagi 86 atlet Amerika dari berbagai cabang
gagal melewati tes obat-obatan yang diadakan oleh Komite Olahraga Amerika
Serikat, sembilan bulan sebelum pertandingan pada tahun 1984. Belum lagi kasus
kematian pelari Belanda di Universitas Amerika membawa pada penemuan secara
tidak sengaja tentang penggunaan secara luas resep obat yang didapatkan secara
ilegal oleh atlet mahasiswa, yang disuplai oleh pelatih kampus.
Pendidikan jasmani dan olahraga merupakan laboratorium bagi
pengalaman manusia, karena dalam pendidikan jasmani menyediakan kesempatan
untuk memperlihatkan mengembangan karakter. Pengajaran etika dalam pendidikan
jasmani biasanya dengan contoh atau perilaku. Pengajar tidak baik berkata
kepada muridnya untuk memperlakukan orang lain secara adil kalau dia tidak
memperlakukan muridnya secara adil.
Selain dari pada itu pendidikan jasmani dan olahraga begitu
kaya akan pengalaman emosional. Aneka macam emosi terlibat di dalamnya. Kegiatan
pendidikan jasmani dan olahraga yang berakar pada permainan, ketrampilan dan
ketangkasan memerlukan pengerahan energi untuk menghasilkan yang terbaik.
Pantas rasanya jika kita setuju untuk mengemukakan bahwa pendidikan jasmani dan
olahraga merupakan dasar atau alat pendidikan dalam membentuk manusia
seutuhnya, dalam pengembangan kemampuan kognitif, afektif dan psikomotor yang
behavior dalam membentuk kemampuan manusia yang berwatak dan bermoral.
Dalam tulisan ini akan lebih dibahas tentang etika dan permasalahan
dalam pendidikan jasmani dan olahraga. Dengan mencoba mengkomperkan dan
menganalisis serta menyusun rekomendasi yang memungkinkan dalam pengembangan
pendidikan jasmani dan olahraga.
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, agar paper ini lebih
mengarah maka pembahasan akan lebih di fokuskan pada :
(1). Bagaimana etika dalam pendidikan jasmani dan olahraga?
(2). Bagaimana pendidikan etika membentuk manusia secara
utuh?
Masalah tersebut akan dicoba dibahas dalam tulisan ini dari
segi teori dan analisis penjasnya.
1.3 Tujuan
Secara umum makalah ini bertujuan untuk mengungkap
kompetensi guru pendidikan jasmani di lingkungan persekolahan. Secara lebih
terperinci tujuan yang ingin dicapai melalui pembahasan ini adalah sebagai
berikut :
(1) Untuk mengungkap kualitas guru pendidikan jasmani
ditinjau dari perspektif kompetensi pedagogik, profesional, keparibadian, dan
sosial.
(2) Untuk mengungkap peran yang telah dilakukan oleh guru
pendidikan jasmani di Sekolah.
1.1 Manfaat
Adapun manfaat dari penulisan ini sebagai berikut :
(1) Bagi Penulis
Dapat menambah wawasan ilmu pengetahuan tentang kualitas dan
peran guru penjas di Sekolah.
(2) Bagi Pembaca
Sebagai bahan bacaan dan menambah pengetahuan tentang
kualitas dan peran guru penjas di Sekolahan.
BAB II
KAJIAN TEORITIS
Hakikat Etika
Istilah etika dan moral secara etimologis, kata ethics
berasal dari kata Yunani, ethike yang berarti ilmu tentang moral atau karakter.
Studi tentang etika itu secara khas sehubungan dengan prinsip kewajiban manusia
atau studi tentang semua kualitas mental dan moral yang membedakan seseorang
atau suku bangsa. Moral berasal dari kata Latin, mos dan dimaksudkan sebagai adat
istiadat atau tata krama. (Rusli Lutan)
Etika tidak mempunyai pretensi untuk secara langsung dapat
membuat manusia menjadi lebih baik. Etika adalah pemikiran sistematis tentang
moralitas, dimana yang dihasilkannya secara langsung bukan kebaikan, melainkan
suatu pengertian yang lebih mendasar dan kritis. (Franz Magnis Suseno,1989).
Lebih lanjut dikatakan bahwa etika adalah sebuah ilmu, bukan sebuah ajaran.
Jadi etika dan ajaran-ajaran moral tidak berada di tingkat yang sama. Untuk
memahami etika, maka kita harus memahami moral.
Selanjutnya Suseno mengatakan bahwa Etika pada hakikatnya
mengamati realitas moral secara kritis. Etika tidak memberikan ajaran,
melainkan memeriksa kebiasaan-kebiasaan, nilai-nilai, norma-norma dan
pandangan-pandangan moral secara kritis. Etika menuntut pertanggung jawabab dan
mau menyingkapkankan ke rancuan. Etika tidak membiarkan pendapat-pendapat moral
begitu saja melainkan menuntut agar pendapat-pendapat moral yang dikemukakan di
pertanggung jawabkan. Etika berusaha untuk menjernihkan permasalahan moral.
Dalam etika mengembangkan diri, Orang hanya dapat menjadi
manusia utuh kalau semua nilai atas jasmani tidak asing baginya, yaitu
nilai-nilai kebenaran dan pengetahuan, kesosialan, tanggung jawab moral,
estetis dan religius. Suatu usaha sangat berharga untuk menyusun nilai-nilai
dan menjelaskan makna bagi manusia dilakukan oleh Max Scheler dikemukan sebagai
berikut : Mengembangkan diri, Melepaskan diri, menerima diri Etika dan
Masalah-masalah dalam Pendidikan Jasmani dan Olahraga 5
Freeman menyebutkan bahwa etika terkait dengan moral dan
tingkah laku, menjelaskan aturan yang tepat tentang sikap. Etika merupakan
pelajaran dari tingkah laku ideal dan pengetahuan antara yang baik dan buruk.
Etika juga menggambarkan tindakan yang benar atau salah dan apa yang harus
orang lakukan atau tidak. Etika penting karena merupakan kesepakatan pada
kebiasan manusia, bagaimana modelnya, bagaimana ia menunjukkan dirinya sendiri,
dengan segala sisi baik dan buruk.
Scott Kretchmar mengemukakan etika mendasari tentang cara
melihat dan mempromosikan kehidupan yang baik, tentang mendapatkannya,
merayakannya dan menjaganya. Etika terkait dengan nilai-nilai pemeliharaan
seperti kebenaran, pengetahuan, kesempurnaan, persahabatan dan banyak
nilai-nilai lainnya. Etika juga mengenai rasa belas kasih dan simpati, tentang
memastikan kehidupan baik berbagi dengan lainnya, etika terkait dengan
kepedulian terhadap yang lain, terutama yang tidak punya kedudukan atau
kekuatan yang diperlukan untuk melindungi diri mereka sendiri atau jalan
mereka.
Hakikat Moral
Istilah moral dikaitkan dengan motif, maksud dan tujuan
berbuat. Moral berkaitan dengan niat. Sedangkan etika adalah studi tentang
moral. Sedangkan menurut Freeman etika terkait dengan moral dan tingkah laku. Lebih
lanjut Scott Kretchmar menyatakan bahwa etika juga mengenai tentang rasa belas
kasih dan simpati-tentang memastikan kehidupan yang baik berbagi dengan
lainnya.
Suseno mengatakan bahwa moral selalu mengacu pada
baik-buruknya manusia sebagai manusia. Bidang moral adalah bidang kehidupan
manusia dilihat dari segi kebaikannya sebagai manusia. Norma-norma moral adalah
tolok ukur untuk menentukan betul-salahnya sikap dan tindakan manusia dilihat
dari segi baik-buruknya sebagai manusia dan bukan sebagai pelaku peran tertentu
dan terbatas. Etika dan Masalah-masalah dalam Pendidikan Jasmani dan Olahraga 6
Selanjutnya dikatakan bahwa ada norma-norma khusus yang
hanya berlaku dalam bidang atau situasi khusus. Seperti bola tidak boleh
disentuh oleh pemain sepakbola, bila permainan berhenti maka aturan itu sudah
tidak berlaku.
Norma diatas merupakan norma khusus, sedangkan norma umum
ada tiga macam seperti : norma-norma sopan santun, norma-norma hukum dan
norma-norma moral. Norma sopan santun menyangkut sikap lahiriah manusia. Namun
sikap lahiriah sendiri tidak bersifat moral.
Norma hukum adalah norma yang dituntut dengan tegas oleh
masyarakat karena perlu demi keselamatan dan kesejahteraan umum. Norma hukum
adalah norma yang tidak dibiarkan dilanggar, orang yang melanggar hukum, pasti
akan dikenai hukuman sebagai sangsi. Tetapi norma hukum tidak sama dengan norma
moral. Bisa terjadi bahwa demi tuntutan suara hati, demi kesadaran moral, orang
harus melanggar hukum. Kalaupun dihukum, hal itu tidak berarti bahwa orang itu
buruk. Hukum tidak dipakai untuk mengukur baik-buruknya seseorang sebagai
manusia, melainkan untuk menjamin tertib umum. Norma moral adalah tolok ukur
yang dipakai masyarakat untuk mengukur kebaikan seseorang, maka dengan
norma-norma moral kita betul-betul dinilai. Itulah sebab penilaian moral selalu
berbobot.
Perkembangan moral adalah proses, dan melalui proses itu
seseorang mengadopsi nilai-nilai dan perilaku yang diterima oleh masyarakat
(Bandura, 1977). Pada dasarnya seseorang yang konsisten menginternalisasi norma
dipandang sebagai seseorang yang bermoral. Para ahli menerapkan apa yang
disebut pendekatan “kantong kebajikan” (Kohlberg, 1981), teori ini percaya
bahwa seseorang mencontoh perilaku orang lain sebagai model atau tauladan yang
ia nilai memiliki sifat-sifat tertentu atau yang menunjukkan perilaku
berlandasan nilai yang diharapkan.
Untuk memahami moral Kohlberg (1981) dan Rest (1986)
menyatakan bahwa pemahaman moral berpengaruh langsung terhadap motivasi dan
Etika dan Masalah-masalah dalam Pendidikan Jasmani dan Olahraga 7
perilaku namun memiliki hubungan yang tak begitu kuat.
Hubungan erat pada empati, emosi, rasa bersalah, latar belakang sosial,
pengalaman.
Suseno melihat terdapat tiga prinsip dasar dalam moral,
yaitu prinsip sikap baik, prinsip keadilan dan prinsip hormat terhadap diri
sendiri.
Prinsip sikap baik dimana prinsip ini mendahului dan
mendasari semua prinsip moral lain, dimana sikap yang dituntut dari kita adalah
jangan merugikan siapa saja. Prinsip bahwa kita harus mengusahakan
akibat-akibat baik sebanyak mungkin dan mengusahakan untuk sedapat mungkin
mencegah akibat buruk dari tindakan.
Prinsip keadilan dimana keadilan tidak sama dengan sikap
baik, demi menyelamatan gol dari serangan lawan, pemain belakang menahan dengan
tangan, hal itu tetap tidak boleh dengan alasan apapun, berbuat baik dengan
melanggar hak pihak lain tidak dibenarkan.
Prinsip hormat terhadap diri sendiri mengatakan bahwa
manusia wajib untuk selalu memperlakukan diri sebagai suatu yang bernilai pada dirinya
sendiri. Prinsip ini berdasarkan faham bahwa manusia adalah person, pusat
berpengertian dan berkehendak, yang memiliki kebebasan dan suara hati, mahluk
berakal budi.
Bagaimana kita mengajarkan etika dan nilai moral
Dalam mengajarkan etika dan nilai moral sebaiknya lebih
bersifat contoh, pepatah mengatakan bahwa tindakan lebih baik baik dari
kata-kata. Lutan mengatakan Nilai Moral itu beraneka macam, termasuk loyalitas,
kebajikan, kehormatan, kebenaran, respek, keramahan, integritas, keadilan,
kooperasi, tugas dll. Lebih lanjut dikatakan ada 4 nilai moral yang menjadi
inti dan bersifat universal yaitu :
1. Keadilan.
Keadilan ada dalam beberapa bentuk ; distributif,
prosedural, retributif dan kompensasi. Keadilan distributif berarti keadilan
yang mencakup pembagian
Etika dan Masalah-masalah dalam Pendidikan Jasmani dan
Olahraga 8
keuntungan dan beban secara relatif. Keadilan prosedural
mencakup persepsi terhadap prosedur yang dinilai sportif atau fair dalam menentukan
hasil. Keadilan retributif mencakup persepsi yang fair sehubungan dengan
hukuman yang dijatuhkan bagi pelanggar hukum. Keadilan kompensasi mencakup
persepsi mengenai kebaikan atau keuntungan yang diperoleh penderita atau yang
diderita pada waktu sebelumnya.
Seorang wasit bila ragu memutuskan apakah pemain penyerang
berada pada posisi off-side dalam sepakbola, ia minta pendapat penjaga garis.
Semua pemain penyerang akan protes, meskipun akhirnya harus dapat menerima,
jika misalnya wasit dalam kasus lainnya memberikan hukuman tendangan penalti
akibat pemain bertahana menyentuh bola dengan tanganya, atau sengaja menangkap
bola di daerah penalti. Tentu saja ia berusaha berbuat seadil mungkin. Bila ia
kurang yakin, mungkin cukup dengan memberikan hukuman berupa tendangan bebas.
2. Kejujuran.
Kejujuran dan kebajikan selalu terkait dengan kesan
terpercaya, dan terpercaya selalu terkait dengan kesan tidak berdusta, menipu
atau memperdaya. Hal ini terwujud dalam tindak dan perkataan.
Semua pihak percaya bahwa wasit dapat mempertaruhkan
integritasnya dengan membuat keputusan yang fair. Ia terpercaya karena
keputusannya mencerminkan kejujuran.
3. Tanggung Jawab.
Tanggung jawab merupakan nilai moral penting dalam kehidupan
bermasyarakat. Tanggung jawab ini adalah pertanggungan perbuatan sendiri.
Seorang atlet harus bertanggung jawab kepada timnya, pelatihnya dan kepada
permainan itu sendiri. Tanggung jawab ini merupakan nilai moral terpenting
dalam olahraga.
4. Kedamaian Etika dan Masalah-masalah dalam Pendidikan
Jasmani dan Olahraga 9
Kedamaian mengandung pengertian : a)tidak akan menganiaya,
b)mencegah penganiayaan, c) menghilangkan penganiaan, dan d)berbuat baik.
Bayangkan bila ada pelatih yang mengintrusksikan untuk mencederai lawan agar
tidak mampu bermain?
Freeman dalam buku Physical Education and Sport in A
cahanging Society menyarankan 5 area dasar dari etika yang harus diberikan
yaitu : 1) Keadilan dan persamaan, 2) Respek terhadap diri sendiri. 3) Respek
dan pertimbangan terhadap yang lain, 4) Menghormati peraturan dan kewenangan ,
5) Rasa terhadap perspektif atau nilai relatif. (Freeman,2001;210)
1. Keadilan dan Persamaan
Anak didik atau atlet adalah mengharapkan perlakuan yang
adil dan sama. Anak didik ingin sebuah kesempatan untuk belajar yang sama.
Seringkali anak didik yang di bawah rata-rata dalam olahraga diabaikan.
2. Respek terhadap diri sendiri
Pelajar atau atlet membutuhkan respek terhadap diri sendiri
dan imej positif tentang dirinya untuk menjadi sukses. Pelatih dan pengajar
yang melatih semua anak didiknya dengan sama mengambil langkah tepat dalam
setiap arahnya agar anak didiknya merasa dirinya penting dan layak dimata
pengajarnya.
3. Rasa hormat dan kepedulian terhadap orang lain.
Pelajar dan atlet membutuhkan rasa hormat kepada orang lain,
apakah teman sekelasnya, lawan bertanding, guru ataupun pelatihnya. Mereka
perlu belajar tentang bagaimana pentingnya memperlakukan orang lain dengan
hormat.
4. Menghormati peraturan dan kewenangan
Pelajar dan atlet perlu menghormati kewenangan dan
peraturan, karena tanpa kedua hal ini suatu perhimpunan tidak akan berfungsi
5. Rasa terhadap perspektif atau nilai relatif
Etika dan Masalah-masalah dalam Pendidikan Jasmani dan
Olahraga 10
Beberapa pertanyaan tentang gunanya berolahraga perlu
dipertimbangkan diantaranya ; a) seberapa penting olahraga, b) apakah hubungan
yang tepat antara olahraga dalam filosofi pendidikan kita?,c)Seberap penting
suatu kemenangan dan d) apa yang menjadi integritas akademik kita?
Pendidik jasmani dalam proses pendidikan sebaiknya
mengembangkan karakter, karakter menurut David Shield dan Brenda Bredemeir
adalah empat kebajikan dimana seseorang mempunyai karakter bagus menampilkan ;
compassion (rasa belas kasih), fairness (keadilan), sportsmanship (ketangkasan)
dan integritas.
Dengan adanya rasa belas kasih, murid dapat diberi semangat
untuk melihat lawan sebagai kawan dalam permainan, sama-sama bernilai,
sama-sama patut menerima penghargaan. Keadilan melibatkan tidak keberpihakan,
sama-sama tanggung jawab. Ketangkasan dalam olahraga melibatkan berusaha secara
intens menuju sukses. Integritas memungkinkan seseorang untuk membuat kesalahan
pada yang lain, sebagai contoh meskipun tindakannya negatif penerimannya oleh
wasit, teman satu tim ataupun fans.
Hakikat Olahraga dan Penjas
Filsafat olahraga, seperti filsafat lainnya, dalam olahraga
ada beberapa konsep yang perlu dikaji dan dipahami secara mendalam. Konsep ini
bersifat abstrak yaitu ‘mental image’. Walau kita tahu bahwa konsep ini
abstrak, tetapi didalam konsep ini ada makna tertentu, walau perbedaan makna
pada setiap individu berbeda-beda tentang ini.
Konsep dasar tentang keolahragaan beragam, seperti bermain
(play), Pendidikan jasmani (Physical education), olahraga (Sport), rekreasi
(recreation), tari (dance).
Bermain (play) adalah fitrah manusia yang hakiki sebagai
mahluk bermain (homo luden), bermain suatu kegiatan yang tidak berpretensi
apa-apa, Etika dan Masalah-masalah dalam Pendidikan Jasmani dan Olahraga 11
kecuali sebagai luapan ekspresi, pelampiasan ketegangan,
atau peniruan peran. Dengan kata lain, aktivitas bermain dalam nuansa riang dan
gembira.
Dalam bermain terdapat unsur ketegangan, yang tidak lepas
dari etika seperti semangat fair play yang sekaligus menguji ketangguhan,
keberanian dan kejujuran pemain, walau tanpa wasitpun permainan anak-anak
terlihat belum tercemar.
Dalam bermain terdapat unsur ketegangan, yang tidak lepas
dari etika seperti semangat fair play yang sekaligus menguji ketangguhan,
keberanian dan kejujuran pemain, walau tanpa wasitpun permainan anak-anak
terlihat menyenangkan dan gembira ini merupakan bentuk permainan yang belum
tercemar.
Dalam bermain pendidikan etika yang ada tidak mengenal pada
suatu ajaran tertentu, karena anak bermain tidak melihat sisi religius teman
dan bentuk permainan, karena tidak ada aturan dalam hal religus dalam bentuk
permainan, pendidikan etika disini yang membetuk manusia yang baik dan kritis,
sehingga proses pemberian pembelajarannya lebih bersifat mengembangkan daya
pikir kritis dengan mengamati realitas kehidupan.
Seperti melihat harimau, maka anak akan meniru gaya harimau
yang menerkam mangsa, simangsa sudah tentu adalah teman sepermainnya. Temannya
akan berjuang mempertahankan dengan bergelut.
Bermain dalam alam anak memberikan konsep anak bertanggung
jawab terhadap permainan tersebut. Ketika terjadi “perselisihan” maka tanggung
jawab anak terhadap permainan ini membantu dalam pengembangan moralnya.
Olahraga (sport) yang merupakan kegiatan otot yang energik
dan dalam kegiatan itu atlet memperagakan kemampuan geraknya (performa) dan
kemauannya semaksimal mungkin, akan tetapi perkembangan teknologi memungkinkan
faktor mesin menjadi techno-sport, seperti balap mobil, balap motor, yang
banyak tergantung dengan faktor mesin. Etika dan Masalah-masalah dalam
Pendidikan Jasmani dan Olahraga 12
Olahraga bersifat netral dan umum, tidak digunakan dalam
pengertian olahraga kompetitif, karena pengertiannya bukan hanya sebagai
himpunan aktivitas fisik yang resmi terorganisasi (formal) dan tidak resmi
(informal).
Pendidikan jasmani pada dasarnya bersifat universal, berakar
pada pandangan klasik tentang kesatuan erat antara “body and mind”, Pendidikan
jasmani adalah bagian integral dari pendidikan melalui aktivitas jasmani yang
bertujuan untuk meningkatkan individu secara organik, neuromuskuler,
intelektual dan emosional.
Konsep pendidikan jasmani terfokus pada proses sosialisasi
atau pembudayaan via aktifitas jasmani, permainan dan olahraga. Proses
sosialisasi berarti pengalihan nilai-nilai budaya, perantaraan belajar
merupakan pengalaman gerak yang bermakna dan memberi jaminan bagi partisipasi
dan perkembangan seluruh aspek kepribadian peserta didik. Perubahan terjadi
karena keterlibatan peserta didik sebagai aktor atau pelaku melalui pengalaman
dan penghayatan secara langsung dalam pengalaman gerak sementara guru sebagai
pendidik berperan sebagai “pengarah” agar kegiatan yang lebih bersifat
pendeawsaan itu tidak meleset dari pencapaian tujuan.
Pengajaran Etika dalam pendidikan jasmani
Kita telah menyadari bahwa pendidikan jasmani dan olahraga
adalah laboratorium bagi pengalaman manusia, oleh sebab itu guru pendidikan
jasmani harus mencoba mengajarkan etika dan nilai dalam proses belajar
mengajar, yang mengarah pada kesempatan untuk membentuk karakter anak.
Karakter anak didik yang dimaksud tentunya tidak lepas dari
karakter bangsa Indonesia serta kepribadian utuh anak, selain harus dilakukan
oleh setiap orangtua dalam keluarga, juga dapat diupayakan melainkan pendidikan
nilai di sekolah. Saran yang bisa diangkat yaitu :
1. Seluruh suasana dan iklim di sekolah sendirii sebagai
lingkungan sosial terdekat yang setiap hari dihadapi, selain di keluarga dan
masyarakat luas, perlu mencerminkan penghargaan nyata terhadap nilai-nilai
Etika dan Masalah-masalah dalam Pendidikan Jasmani dan
Olahraga 13
kemanusiaan yang mau diperkenalkan dan ditumbuhkembangkan
penghayatannya dalam diri peserta didik. Misalnya, kalau sekolah ingin
menanamkan nilai keadilan kepada para peserta didik, tetapi di lingkungan
sekolah itu mereka terang-terangan menyaksikan berbagai bentuk ketidakadilan,
maka di sekolah itu tidak tercipta iklim dan suasana yang mendukung
keberhasilan pendidikan nilai. (Seperti praktek jual-beli soal, mark up nilai,
pemaksaan pembelian buku dsb)
2. Tindakan nyata dan penghayatan hidup dari para pendidik
atau sikap keteladanan mereka dalam menghayati nilai-nilai yang mereka ajarkan
akan dapat secara instingtif mengimbas dan efektif berpengaruh pada peserta
didik. Sebagai contoh, kalau guru sendiri memberi kesaksikan hidup sebagai
pribadi yang selalu berdisiplin, maka kalau ia mengajarkan sikap dan nilai
disiplin pada peserta didiknya, ia akan lebih disegani.
3. Semua pendidik di sekolah, terutama para guru pendidikan
jasmani perlu jeli melihat peluang-peluang yang ada, baik secara kurikuler
maupun non/ekstra kurikuler, untuk menyadarkan pentingnya sikap dan perilaku
positif dalam hidup bersama dengan orang lain, baik dalam keluarga, sekolah,
maupun dalam masyarakat. Misalnya sebelum pelajaran dimulai, guru menegaskan
bila anak tidak mengikuti pelajaran karena membolos, maka nilai pelajaran akan
dikurangi.
4. Secara kurikuler pendidikan nilai yang membentuk sikap
dan perilaku positif juga bisa diberikan sebagai mata pelajaran tersendiri,
misalnya dengan pendidikan budi pekerti. Akan tetapi penulis tidak menyarankan
untuk di lakukan.
5. Melalui pembinaan rohani siswa, melalui kegiatan pramuka,
olahraga, organisasi, pelayanan sosial, karya wisata, lomba, kelompok studi,
teater, dll. Dalam kegiatan-kegiatan tersebut para pembina melihat peluang dan
kemampuannya menjalin komunikasi antar pribadi yang cukup mendalam dengan
peserta didik.
Etika dan Masalah-masalah dalam Pendidikan Jasmani dan
Olahraga 14
Kesimpulan
Penulis mencoba merekomendasikan beberapa hal tentang
pendidikan nilai dalam pendidikan jasmani berdasarkan latar belakang dan teori,
diantaranya :
1. Pendidikan etika konsepnya bersifat abstrak, sehingga
pemberiannya harus lebih banyak pada perilaku dan contoh-contoh yang
konstruktif.
2. Pendidikan jasmani sebagai alat pendidikan mempercepat
anak dalam mengembangkan konsep tentang moral.
3. Mengamati realitas moral secara kritis, akan lebih dekat
pada bentuk permainan, dimana mengamati realitas moral merupakan pendidikan
etika.
4. Dalam permainan compassion, fairness, spormanship dan
integritas sangat lekat didalamnya sehingga mampu memberikan konsep pendidikan
etika di dalamnya.
5. Dukungan lingkungan sekolah dan masyarakat harus dijaga
untuk menjaga iklim lingkungan sosial yang baik, agar mendukung pendidikan
etika dan nilai.
6. Guru pendidikan jasmani dapat mengajarkan nilai dan etika
diluar jam pelajaran, terutama saat ektra kurikuler, kegiatan pramuka,
organisasi klub olahraga sekolah dengan melihat peluang yang tepat dalam
pendekatan individu.
7. Membuat mata pelajaran tentang budi pekerti, tetapi hal
ini perlu pembicaraan sesama seksama.
Etika dan Masalah-masalah dalam Pendidikan Jasmani dan
Olahraga 15
DAFTAR PUSTAKA
Franz Magnis Suseno, (1987) Etika Dasar, Masalah-masalah
pokok filsafat
moral. Yogyakarta: Perc. Kanisius, 1987.
_________________, (2000), Kuasa & Moral. Jakarta:
Gramedia Pustaka
Utama.
Ikhwanuddin Syarif (ed). (2001) Pendidikan untuk Masyarakat
Indonesia baru,
70 tahun Prof. Dr. H.A.R. Tilaar, M.Sc. Ed. Jakarta:
Grasindo, 2001.
Richard Tinning, et., al, (2001) Becoming a physical
education teacher,
Australia: Printice hall.
Rusli Lutan (ed)., (2001) Olahraga dan Etika Fair Play.
Direktorat
Pemberdayaan IPTEK Olahraga, Dirjen OR, Depdiknas, Jakarta:
CV.
Berdua Satutujuan.
Sutan Zanti dan Syahniar Syahrun, (1993) Dasar-dasar
Kependidikan. Jakarta:
Dirjeb Pend. Tinggi.
William H. Freeman, 6th ed. (2001) Physical Education and
sport in a changing
society. Boston: Allyn & Bacon.
Wendy Kohli (ed).,(1995) Critical Conversations in
Pholosophy of Education.
New York: Routledge.